Ombudsman Putar Balik Putusan 75 Pegawai KPK yang Diberhentikan

JAKARTA – Ombudsman RI menyatakan, keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penonaktifan 75 pegawai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Pembebastugasan 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) itu tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.

SK tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021. Anggota Ombudsman Robert Na Endi Jaweng mengatakan, KPK telah melakukan malaadministrasi atas penerbitan SK itu.

“Ombudsman berpendapat atas terbitnya Surat Keputusan (SK) yang nomornya 652 Tahun 2021, KPK telah melakukan malaadministrasi berupa tindakan tidak patut,” ujar Endi dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021).

“Karena (penerbitan SK) bertentangan dengan putusan MK,” tutur dia.

Berdasarkan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), MK menyatakan pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.

Kemudian, MK mengatakan, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan. Selain itu, Endi menuturkan, KPK telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pelaksanaan TWK. Pada Senin (17/5/2021), Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK.

Ia meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes. Baca juga: Pemberhentian 51 Pegawai KPK dan Pembangkangan terhadap Presiden Namun, SK tersebut tidak juga dibatalkan. Bahkan KPK akan memberhentikan 51 pegawai karena tidak lolos TWK. Sedangkan, 24 pegawai akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi ASN.

Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi KPK dengan lima lembaga lain pada 25 Mei 2021. Kelima lembaga itu yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

BACA JUGA:  Kelola ISDC, Korlantas Jalin Kerjasama Dengan IMI

“Bentuk pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kuasa eksekutif terhadap penyataan Presiden,” kata Endi.

Bentuk malaadministrasi lain yang dilakukan yakni terkait Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 tahun 2021. Sebab, Endi menuturkan, dalam Perkom tersebut tidak tercantum konsekuensi yang mesti ditanggung pegawai yang tidak lolos TWK. Padahal, peraturan itu menjadi salah satu dasar hukum pelaksanaan TWK.

“Tidak diatur konsekuensi tersebut (TWK) dalam peraturan KPK,” ucapnya. (Nt)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *