JAKARTA – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Antonius Benny Susetyo, mengajak anak-anak muda untuk membuat film untuk pendidikan demi kemajuan bangsa Indonesia. Hal ini dia sampaikan pada “Kuliah Tamu Produksi TV dan FILM bersama Romo Beny Susetyo” di Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta, yang diselenggarakan pada hari Rabu (01/03/2023). Kuliah ini diikuti oleh mahasiswa dari Mata Kuliah Produksi Film Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.
Benny, sapaan akrabnya, mengajak mahasiswa untuk menjadi penyelenggara nilai-nilai bela negara.
“Bela negara bukan lagi soal angkat senjata, tetapi sekarang ini, bela negara, untuk anak muda, adalah mampu menyelenggarakan nilai-nilai bela negara, seperti tolong menolong, solidaritas, menjaga persatuan dan kesatuan, keakraban, kesetiaan terhadap bangsa dan negara, pelestarian kebudayaan dan nilai-nilai bangsa,” sebutnya.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP itu menyoroti pengalaman bangsa Indonesia setelah tahun 1998.
“Saat itu terjadi puncak krisis dimensi. Topeng terbuka; terlihat bahwa bangsa kita mengalami krisis samapi ke bagian yang tersembunyi. Nilai nasionalisme terlihat tidak ada; tolong menolong, kesatuan persatuan, gotong-royong, semua hampir tidak terlihat. Terlihat oleh kita sebuah lobang besar, krisis moralitas terjadi,” jelasnya.
Puncaknya, terlihat bahwa Pancasila hanya sekedar hapalan.
“Pancasila diajarkan hanya untuk dihafalkan. Tapi perilaku menurut Pancasila tidak terlihat. Ini salah siapa? Inilah yang perlu kita refleksikan untuk menjadi bekal kita berikutnya,” seru Benny.
Pakar komunikasi politik ini juga memberikan perhatian pada gaya hidup anak muda saat ini, yang terkesan hedonis.
“Ada sebuah istilah ‘Pursuit of Wow’, bagaimana kepopuleran dan kekayaan yang jadi paling utama. Arogansi, kemarahan, kurangnya penguasaan diri, mewarnai hidup anak muda. Contohnya seperti kasus yang baru terjadi, yang menjerat anak-anak muda, terutama anak dari pejabat,” imbuhnya.
“Seharusnya anak-anak muda menunjukkan bahwa hidup dengan kemampuan dan kemudahan teknologi dengan berbagai prestasi positif, bukan hanya menunjukkan kekayaan semata, arogansi semata. Anak muda tidak menjadi anak muda yang pemalas, cuek, tetapi anak muda yang tertantang mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945,” tambah Benny.
Salah satu pendiri Setarra Institute mengajak anak-anak muda untuk menyalurkan dan memberikan edukasi nilai-nilai bela negara dan Pancasila lewat film.
“Film itu bagaimana gagasan disampaikan ke ruang publik, untuk membangun ekosistem sehari-hari. Film itu membangun kesadaran atas bangsanya, keadaan bangsanya. Tema dengan memberikan edukasi soal kemajemukan, keragaman, kewarganegaraan dan kebudayaan, untuk membimbing dan membangun peradaban masa depan Indonesia,” katanya.
“Film bukan menjadi alat propaganda, tetapi upaya keragaman kita untuk menghadapi ancaman yang ingin merusak persatuan kesatuan bangsa Indonesia. Film yang baik menampilkan realitas, untuk penonton bisa berdialog dengan dirinya sendiri dan menerima kenyataan, serta harapan yang lebih baik untuk Indonesia.” ujarnya.
Benny pun menutup kelasnya dengan sebuah pernyataan. “Film bersifat humanis, tetapi mampu mempengaruhi cara bertindak, berpikir, dan berperilaku; bukan sifat pesimisme, tetapi heroisme, berdampak pada perubahan tindakan. Tunjukkan generasi muda yang mampu meneruskan nilai-nilai para pendiri bangsa. Mari, anak-anak muda, berpikir global, bertindak lokal,” tutupnya